Affan Kurniawan: Sejarah Kelam yang Akan Selalu Dikenang

sumber tiktok.com/@rambutkuning.arts

Bangsa Indonesia kembali mengukir sejarah baru di usianya yang genap 80 tahun. Namun, sejarah kali ini bukanlah sejarah yang diukir dengan tinta emas, melainkan sejarah kelam yang akan selalu terkenang.

Pada hari Kamis, 28 Agustus 2025, sebuah peristiwa tragis terjadi di Kawasan Kompleks DPR di Senayan. Di tengah kerumunan massa yang hanya ingin suaranya didengar, dua orang pengemudi ojek online (ojol) ’terlindas’ kendaraan taktis (rantis) milik polisi yang sedang berusaha keluar dari kerumunan. Salah seorang korban dinyatakan meninggal dunia setelah beberapa saat, sementara yang lain berhasil selamat.

Kronologi

Beberapa saat sebelum kejadian, ribuan demonstran dari berbagai kalangan tengah berkumpul guna berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Unjuk rasa mulanya berjalan damai dan tenang, hingga saat magrib tiba, kerusuhan mulai terjadi. Hal ini dikarenakan massa aksi yang tidak kunjung bubar sesuai dengan ketentuan.

Pada pukul 19.25 WIB, mobil rantis milik kepolisian tiba-tiba melaju kencang di tengah keramaian, tanpa memperhatikan massa yang berada di lokasi. Alhasil, dua pengemudi ojol yang terlihat jatuh ke tengah kemudian terlindas oleh mobil rantis tersebut. Dilansir dari Tempo, dua pengemudi tersebut ialah Affan Kurniawan dan Moh. Umar Amaruddin. Affan dinyatakan tewas, sementara Umar mengalami luka-luka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Apakah Affan Terlibat?

Dari peristiwa ini, mungkin akan muncul pertanyaan: apakah Affan benar-benar terlibat dalam kerusuhan ini? Penulis menjumpai pernyataan yang cukup mencengangkan datang dari teman Affan, Hafidz yang menyatakan bahwa Affan bukanlah peserta aksi demo.

Dilansir dari Kompas, Hafidz menuturkan bahwa pada saat insiden terjadi, Affan sebenarnya sedang mengantarkan makanan untuk pelanggan. Affan sempat terjebak kemacetan yang membuatnya harus menepi untuk mencari jalur alternatif. Namun, tidak disangka, sebuah mobil rantis Brimob justru tengah melaju kencang ke arahnya dan berakhir menabraknya.

Panik atau dengan Penuh Kesadaran?

Melalui Kompas, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri mengatakan bahwa pengemudi rantis mengalami dua momen dengan level kesadaran atau mens rea berbeda. Pertama, keputusan pengemudi rantis dinilai sudah tepat saat berusaha menghindari tabrakan dengan demonstran berjaket hitam. Hal ini membuktikan pengemudi masih bisa mengendalikan diri—meskipun keputusan ini juga yang akhirnya membuat tabrakan dengan Affan menjadi tak terhindarkan.

Setelah tabrakan terjadi, pengemudi juga masih bisa dibilang cukup mampu mengendalikan diri karena menghentikan laju rantis sepersekian detik, sebelum kemudian memilih tancap gas. Reza menilai tindakan ini sebagai bentuk kepanikan. Oleh karena itulah, Reza menilai bahwa terdapat dua mens rea berbeda dalam insiden ini: saat tabrakan, mens rea pengemudi rantis bisa jadi kelalaian (negligence); sementara ketika rantis kembali bergerak setelah menabrak, mens rea yang timbul adalah kenekatan.

Permintaan Maaf Kapolri

Dilansir dari Tempo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengunjungi ruang jenazah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada hari Jumat dini hari, 29 Agustus 2025. Terlebih dahulu, Kapolri mengungkapkan permohonan maafnya kepada keluarga Almarhum, ”Kami menyampaikan belasungkawa dan permintaan maaf dari institusi.” Setelah itu, Kapolri juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua komunitas dan asosiasi ojek online. “Saya juga meminta maaf kepada semua keluarga besar ojol,” ucap Listyo Sigit.

Maaf Saja Tidak Cukup
Walaupun permintaan maaf sudah dilontarkan oleh berbagai pihak, terkhusus Kapolri sendiri, masyarakat masih menilai bahwa hal tersebut belum cukup. Pun ketika tindakan disipliner berupa pencopotan jabatan sudah dikeluarkan, masyarakat masih menyuarakan tuntutan terkait transparansi dari proses penyelidikan yang tengah berjalan. Barang tentu ini merupakan hak masyarakat untuk turut mengawal kasus tersebut. Karena dengan itulah, keadilan yang dicita-citakan dapat tercapai, dan bukan keadilan yang penuh tipu daya dan manipulasi.

Redaktur : Muhammad Said Asad
Editor :.Salsadilla Musrianti

Posting Komentar

To Top