Al-Azhar; Sejarah dan Metode Pembelajaran



Masjid al-Azhar











Al-Azhar selama lebih dari sepuluh abad yang lalu telah menyebarkan syiar-syiar dan nilai-nilai luhur Islam. Lahir dari kandungan Dinasti Syiah Fathimiyyahal-Azhar kini telah menjadi institusi pendidikan yang moderat dan memegang teguh toleransi terhadap sesama manusia maupun sesama muslim. Lantas bagaimanakah al-Azhar yang semula berakidah Syiah mampu berubah menjadi berakidah Ahlussunnah Wal Jamaah? Dan bagaimanakah metode pembelajaran al-Azhar itu? Dan seperti apakah ideologi yang dianut oleh al-Azhar sekarang?

Ditelisik dari segi sejarah, al-Azhar lahir pada tahun 361 H pada masa kepemimpinan Dinasti Fathimiyah. Dinasti Fathimiyah adalah penganut akidah Syiah. Maka secara otomatis, al-Azhar juga menganut mazhab Syiah yang dibawa dan digemborkan oleh Dinasti Fathimiyyah. Bahkan al-Azhar merupakan salah satu pusat penyebaran Syiah di Mesir kala itu. Maka wajar sekali ketika Dinasti Fathimiyyah takluk ditangan Shalahuddin al-Ayyubi, sang panglima melarang mendirikan sholat Jumat di al-Azhar sebagai bentuk pemusnahan atas segala warisan berbau Syiah milik Dinasti Fathimyiyah

Sebagai ganti, sang panglima membangun madrasah-madrasah baru untuk memikat perhatian masyarakat. Maka dari itu, al-Azhar pada masa Dinasti Ayyubiyyah tidak dipandang istimewa dimata masyarakat Mesir. Akan tetapi, al-Azhar justru memulai jejak barunya sebagai penganut Ahlussunnah Wal Jamaah pada masa ini. Hingga kemudian Dinasti Ayyubiyyah runtuh dan digantikan oleh anak mereka ‘para mamalik untuk memimpin Mesir.

Pada masa ini, Mesir berhasil mencapai puncak perkembangan keilmuan dan kebudayaan mereka. Maka wajar bila banyak muncul ulama-ulama besar seperti Jalaluddin al-Suyuthi, pengarang kitab Tadribur Rawi dan Ibnu Hajar al-Atsqalani pengarang kitab Bulughul Marom disusul  banyaknya karangan-karangan mereka yang dicetak dan dibukukan. Begitu pula dengan dikumandangkannya adzan sholat Jumat di Masjid al-Azhar setelah 100 tahun lamanya. Bahkan al-Azhar pada masa ini memiliki reputasi tinggi dalam segi keilmuan dimata dinasti Islam lainnya. Beranjak ke Dinasti Turki Usmani. Mesir mengalami masa kemerosotan paling parah dalam sejarah mereka; dimana roda akademisi di Mesir harus berhenti seiring dengan dibawanya sebagian besar ulama al-Azhar ke Qostantin (Istanbul) dan banyaknya kitab-kitab yang dijarah oleh tentara-tentara Usmani untuk dibawa ke Qostantin. 

Namun, dalam situasi yang seperti itu, para ulama di Mesir masih berusaha untuk mempertahankan sisa-sisa kekayaan mereka seperti mempertahankan penggunaan Bahasa Arab sehingga mampu mengungguli bahasa Fatihin yang digunakan oleh Dinasti Turki Usmani. Demikian sekilas sejarah perjalanan al-Azhar mulai lahir hingga dewasa, dari Syiah Fathimiyyah ke Ahlussunnah Wal Jamaah.


Kemudian, bagaimanakah sebenarnya metode pembelajaran al-Azhar? Menurut Syekh Usamah Sayyid al-Azhari, metode  pembelajaran al-Azhar terdiri dari 8 pilar pokok. 

Pertama, sanad yang bersambung secara periwayatan, pemahaman, dan pengakuan. Seorang pelajar di al-Azhar akan mendapatkan sanad keilmuan yang bersambung, buah dari duduk mereka bersama ulama mereka dalam jangka waktu yang lama. Dimana mereka belajar dan memahami ilmu yang diberikan oleh syekh mereka sehingga mendapatkan pengakuan untuk mengajarkan kepada pelajar-pelajar lainnya. Maka dengan memiliki sanad keilmuan yang bersambung dari guru ke guru hingga sampai ke Rasulullah SAW pemahaman seorang pelajar tersebut dapat dipercaya dan diakui. Berbeda halnya dengan metode-metode lain yang sanad keilmuannya masih dipertanyakan dan hanya berguru dalam jangka waktu yang singkat (hanya berguru sekali atau beberapa jam saja). Tentu, pemahaman dan pemaparan mereka sama sekali tidak dapat dipercaya!

Kedua, mendalami ilmu-ilmu alat: ilmu nahwu, shorof, balaghoh, ushul fiqh, mustholah hadis adalah diantara ilmu-ilmu alat yang perlu dikuasai seorang Azhari untuk dapat memahami al-Quran dan as-Sunnah dengan benar dan mendalam. Dimana seorang Azhari sebelum menjelajahi permasalahan-permasalahan ilmu yang rumit akan lebih dahulu memahami dasar-dasar ilmu tersebut melalui tahapan-tahapan yang benar. 

Ketiga, memahami maqashid syariah. Keistimewaan lain yang dimiliki oleh metode pembelajaran al-Azhar adalah seorang azhari mampu memahami maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah); Dimana ia akan memahami bahwa agama Allah SWT datang untuk merealisasikan penghambaan kepada-Nya, menyucikan jiwa, memakmurkan bumi, memberi petunjuk kepada seluruh umat, melanjutkan misi para nabi, membangun umat manusia dengan ketakwaan dan pemahaman yang benar, berorientasi akhirat, mencapai akhlak mulia, membangun peradaban dan menciptakan kebangkitan, sehingga umat Nabi Muhammad SAW menjadi rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana nabi mereka menjadi rahmat bagi seluruh alam. Begitu pula ketika seorang pelajar memiliki pemahaman yang baik tentang maqashid syariah, ia akan memiliki pemahaman yang luas tentang agama Allah SWT dan tidak kasar atau pun kaku. Menyampaikan kepada orang yang tidak tahu dan orang yang berbeda dengan kelembutan dan akhlak Nabi Muhammad SAW yang agung.

Keempat, menerapkan kandungan al-Qur'an sesuai tempatnya. Setelah mushahabah dengan para ulama, memahami ilmu alat, memahami maqashid syariah, adalah menerapkan kandungan al-Quran sesuai tempatnya. Seorang azhari tentu saja tidak akan menerapkan kandungan ayat yang bersifat khusus kepada sebuah perkara yang bersifat umum. Begitu pula sebaliknya. Maka seorang Azhari dapat memahami al-Quran dengan baik dan mampu menerapkan kandungannya dengan baik tanpa ambiguitas. Berbeda dengan metode lain yang memahami al-Quran tanpa adanya pemahaman yang baik sehingga menghasilkan penerapan kandungan yang tidak sesuai tempatnya.

Kelima, memuliakan umat Nabi Muhammad SAW. Buah dari pilar-pilar sebelumnya adalah seorang pelajar akan mengetahui kemulian umat Nabi Muhammad SAW. Ia akan mengetahui bahwa umat ini adalah umat pembawa ilmu, rahmat, dan hidayah. Ia juga akan mengetahui bahwa umat ini adalah umat yang memiliki tugas memberi petunjuk dan menyampaikan syariat kepada seluruh umat manusia baik melalaui perantara ilmu, seni, etika, nilai, dll. Dengan demikian, ia tidak akan mudah menuduh umat ini sebagai orang fasik, musyrik, bid'ah, bahkan kafir. Serta, ia tidak akan menebar kebencian dan kedengkian terhadap umat Islam.

Keenam, membawa misi menebar hidayah untuk seluruh manusia. Setelah seorang penuntut ilmu mengetahui akan semua hal tersebut, ia akan menyadari bahwa menyampaikan kemuliaan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia merupakan sebuah kewajiban baginya. Berbeda dengan metode-metode lain yang sama sekali tidak memberikan perhatian terhadap hak-hak umat lain yang harus kita tunaikan. 

Ketujuh, memahami unsur-unsur sempurnanya ilmu. Unsur-unsur tersebut adalah: Pertama, sumber dan dalil, yang terdiri dari al-Quran, as-Sunnah, Ijma' dan QiyasKeduametode yang terpercaya (autentik) dan tertata sistematis dalam memahami teks-teks, serta berlandaskan kedalaman dan spesialisasi dalam ilmu-ilmu syariat. Berbeda dengan metode-metode  lain yang menjadikan ilmu terpotong-potong sehingga mengakibatkan pembawa metode tersebut tidak memahami ilmu kecuali teks dalilnya tanpa mengetahui aspek yang dijadikan landasan argumentasi (wajhud-dalalah). Dan mereka juga tidak tahu cara  menyinkronkan berbagai dalil yang berkaitan dengan suatu masalah.

Terakhir, adalah pemiliknya menggabungkan antara ilmu-ilmu naqli dan ilmu-ilmu aqli, hingga melihat dengan kedua mata dan mampu menghubungkan, memahami, dan menguasai berbagai paradigma ilmu pengetahuan. Kedelapan atau yang terakhir, merujuk kepada turats umat, terbuka kepadanya, dan berinteraksi dengannya. Keistimewaan yang sangat penting bahkan bisa dikatakan paling penting yang dimiliki al-Azhar adalah memanfaatkan turats (warisan khazanah) umat Islam, berinteraksi dengannya, mengetahui autentisitas dan nilainya, bagaimana cara merujuk kepadanya dan cara menambahkan hal baru kepadanya. Berbeda dengan metode  lain yang memutuskan hubungan dengan turots dan menyia-nyiakannya. Demikian, delapan pilar pembentuk metode pembelajaran al-Azhar menurut Syekh Usamah Sayyid al-Azhari, ditambahkan dengan satu keistimewaan penting, yaitu bahwasannya al-Azhar berada di posisi sentral, tidak barat dan tidak juga timur, tidak utara dan juga selatan. Menyebabkan berbagai delegasi umat Islam dari berbagai penjuru datang kepadanya.

Beranjak Ke ideologi al-Azhar, al-Azhar berpegang teguh dengan Ahlussunnah Wal Jamaah. Seorang Ahlussunnah adalah seorang yang mengikuti salah satu dari 4 mazhab fikih (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal), mengikuti Imam Abul Hasan al-Asy'ari atau Imam Maturidi dalam sisi akidah, mengikuti Imam Ghazali atau Imam Junaid al-Baghdadi dalam sisi tasawuf. Maka bisa dikatakan, seseorang yang tidak menerima atau mengikuti imam-imam di atas tidak bisa dikatakan sebagai seorang Azhari. Terlepas dari itu, al-Azhar memiliki  toleransi yang tinggi terhadap agama-agama lain. Karena al-Azhar benar-benar mengetahui sikap Rasulullah SAW terhadap mereka, dan al-Azhar mengajarkan para pelajar atau dai-dai mereka agar selalu mencontohkan akhlak Rasulullah SAW yang mulia. Al-Azhar benar-benar ingin mengajak mereka menuju ajaran Allah SWT yang agung dengan akhlak Nabi Muhammad SAW yang mulia tanpa mengungkapkan ujaran kebencian dan kejelekan terhadap mereka. Seorang yang sangat paham akan keagungan ajaran Allah SWT ini akan mengetahui bahwa mengajak mereka dengan ujaran-ujaran kebencian dan kejelekan bertentengan dengan firman Allah SWT bahwa agama ini datang sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dan sebagaimana agama ini diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam, maka sepatutnya kita menyebarkan agama ini dengan penuh kelembutan, kebaikan, dan kesabaran. Oleh karena itu, al-Azhar sangat terbuka bagi siapapun yang hendak mengenal ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW dan menerima mereka dengan lapang dada.

Begitu juga, seorang Azhari memiliki sifat moderat yang tinggi dalam menyikapi berbagai pendapat yang berbeda dan berusaha untuk mempertemukan semuanya sehingga dalam berbagai bidang ilmu seorang azhari mampu melakukan komparasi dari berbagai pendapat yang berbeda tersebut dan dapat menghasilkan kesimpulan alwasath adzahabi (pendapat moderat yang baik). Melakukan komparasi terhadap berbagai macam pendapat ini melatih kepribadian Azhari agar tidak dengan mudah menerima pendapat siapapun yang tidak bersandar pada pondasi atau dasar yang benar. Meskipun pendapat tersebut muncul dari seorang yang terkenal dalam bidangnya. Mengakhiri kalimat ini, saya ingin menyampaikan kalimat yang pernah diutarakan oleh Syekh Muhammad Muhanna bahwa semua masjid di dunia ini dimuliakan oleh Allah SWT, karena masjid-masjid merupakan rumah-rumah Allah SWT Akan tetapi Masjid al-Azhar mendapat kemuliaan dan keutamaan lebih. Mengapa? Karena masjid ini pernah dikunjungi oleh para ulama umat ini dan juga pada masjid ini para ulama besar pernah belajar dan mengajar disini seperti Syeikhul Islam al Imam Zakariya al-Anshori dan Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani. Maka sebab tersebut menjadikan Masjid al-Azhar mendapatkan kemuliaan dan keutamaan lebih oleh Allah SWT dan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki masjid-masjid lain di muka bumi ini. Wallahu a‘alam bis showab.


Penulis: M. Ihsanul Amal

Posting Komentar

To Top