Perdamaian Hanya Imajinasi Manusia
Perlindungan hak asasi untuk menjaga keutuhan peradaban serta martabat manusia merupakan hal yang utopis. Dalam pertumbuhannya, manusia akan dihadapkan dengan persoalan yang menyangkut otonomi ataupun dependensi dalam hidupnya. Mereka akan selalu berusaha dan saling bersaing untuk mencapai tujuannya masing-masing, baik secara individual maupun komunal. Manusia juga memiliki keinginan mendasar untuk menentukan tindakannya secara bebas dengan atau tanpa memedulikan yang lain. Hal ini terjadi karena mereka memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk membentuk jati dirinya masing-masing. Selain itu, manusia juga berusaha untuk selalu eksis dalam kehidupannya. Dengan eksistensi itu, mereka dapat dikatakan sebagai makhluk yang menginginkan kebebasan serta kemerdekaan.
Kebebasan (freedom) sendiri dimaknai secara umum sebagai konsep dari filosofi politik dan pengenalan kondisi individu yang memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya (baca: kebebasan). Namun, terkadang seseorang keliru dalam menginterpretasikan makna kebebasan. Sejarah peradaban manusia membuktikan bahwa tindakan kekerasan yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan kerapkali dilakukan atas nama kebebasan. Akibatnya, ambisi sebagian manusia demi mencapai apa yang mereka inginkan juga sering merugikan hak-hak orang lain. Jika pada akhirnya kebebasan itu berpotensi mengubur hak manusia yang lain, lantas bagaimana kerukunan dan ketertiban dapat tercipta dalam kehidupan masyarakat kita?
Untuk mengetahui sejauh mana kebebasan dapat diwujudkan agar perdamaian, keamanan, ketertiban, kerukunan, dan hak asasi manusia tetap terjaga secara utuh, saya akan menelaahnya dengan meminjam beberapa prinsip kebebasan John Stuart Mill, Filsuf berkebangsaan Inggris. Menurut Mill, setiap manusia memiliki kebebasan dalam berpendapat dan bertindak. Kebebasan yang dimaksud di sini bukanlah kebebasan kehendak, melainkan kebebasan sipil atau sosial. Kebebasan yang tidak memengaruhi orang lain, tidak mendorong pada kejahatan, dan tidak mencederai orang lain dalam mencapai tujuannya. Adanya hak individu tersebut harus diperkuat oleh peraturan perundang-undangan untuk menjamin keutuhan hak-hak yang ada tetap terjaga dan setara.
Sejak 1948, ajaran kebebasan Mill ini juga telah diperjuangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Piagam PBB yang dikenal dengan Declaration of Human Right. Deklarasi ini menganjurkan negara-negara di dunia untuk melindungi, mengakui hak asasi setiap manusia serta menaati hukum-hukum yang berlaku. Hal ini berguna untuk menjaga perdamaian dunia dan menjamin tercapainya keadilan dalam kehidupan bersama. Kesadaran terhadap perlindungan hak asasi seperti ini harus senantiasa diupayakan dan dibangun oleh para penguasa dan masyarakat secara bersama-sama, mengingat kehidupan dunia hingga saat ini masih terus diwarnai dengan gejolak krisis kemanusiaan.
Konflik Palestina-Israel yang berkepanjangan telah menjadi salah satu bukti bahwa kebebasan dan hak asasi manusia seolah tak pernah terpenuhi seutuhnya. Kebengisan agresi militer Israel terhadap warga sipil Palestina benar-benar telah mencederai dan mengekang nilai-nilai kemanusiaan. Pembiaran serta dukungan beberapa negara terhadap tindakan tersebut berarti telah membungkam serta menghalangi kebebasan mereka untuk mendapatkan kembali hak-haknya. Oleh karena itu, apapun latar belakang dan alasannya, seyogianya penindasan harus dilawan dan kesetaraan harus dijunjung tinggi, agar setiap manusia di muka bumi bisa mendapatkan hak dan mengekspresikan kebebasannya. Dengan adanya “kebebasan”, keberadaan dan peradaban umat manusia di muka bumi akan mengalami perkembangan serta kemajuan secara nyata.
Dalam bukunya On Liberty, John Stuart Mill menyebutkan bahwa kebebasan juga dapat dijadikan perlindungan serta perlawanan dari kekejaman penguasa, baik dalam bentuk kekuatan, kebijakan maupun intervensi. Membuka ruang “kebebasan” bagi masyarakat berarti memberi batasan pada “campur tangan” penguasa di dalamnya. Akan tetapi, pada taraf sosial, adanya intervensi dan kebijakan juga diperlukan sebagai wujud kontrol dalam upaya menjaga ekuilibrium masyarakat.
Kebijakan penguasa dapat diterapkan pada masyarakat dengan tujuan tertentu dan tanpa dominasi. Tersebab, dominasi dapat membungkam suara minoritas dan mengekang kebebasan mereka. Keseimbangan antara hak dan kewajiban harus dijadikan landasan utama, karena kebijakan tidak boleh digunakan untuk memanipulasi hak orang lain demi kepentingannya sendiri atau sebagian kelompok. Dengan adanya konsep yang telah dijelaskan tadi, masyarakat tetap dapat bebas berinteraksi dan berekspresi untuk mencapai tujuannya tanpa merasa dihalangi dengan adanya peraturan-peraturan tertentu. Konsep seperti inilah yang disebut Mill sebagai prinsip kebebasan juga.
Berdasarkan konsep tersebut, lembaga tertinggi negara atau Dewan Keamanan PBB sebenarnya tidak memiliki kekuasaan absolut terhadap kehidupan masyarakat. Ia hanya diberi hak untuk mengatur perdamaian sosial serta dunia melalui dialog dan perundingan bersama dengan batasan-batasan tertentu. Kerangka hukum dan kebijakan yang dirancang juga membutuhkan lebih dari sekadar peraturan yang jelas dan imparsial. Hukum juga harus netral dan dapat melindungi diskresi privat. Terciptanya kemakmuran tidak hanya dengan penguasa yang merumuskan undang-undang serta kebijakan, tetapi juga oleh individu-individu bebas yang saling bekerja, mencipta, berkreasi, dan bertindak dengan tetap menghormati hak-hak orang lain berdasar pada batasan yang diijinkan oleh norma serta hukum.
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa tata sosial yang baik akan tercipta apabila antarmanusia dapat berinteraksi dengan bebas untuk menikmati hak-hak mereka. Tidak hanya soal sosial dan wilayah, tetapi juga adat istiadat, agama, dan ilmu pengetahuan. Segala bentuk upaya penggunaan kekuasaan untuk mengintervensi itu semua akan dapat mengganti tata (order) dengan kekacauan (chaos), dan kebebasan dengan pemaksaan.
Selebihnya, tindakan-tindakan individual manusia dapat dikatakan teratur ketika kesuksesan tindakan individual tersebut saling bergantung dengan tindakan orang lain secara luas. Dengan keteraturan, manusia dapat mengoordinasikan tindakan mereka menjadi keuntungan bersama. Keteraturan sosial dan dunia juga memungkinkan kita untuk bebas mengejar tujuan hidup masing-masing, sehingga tidak ada hak-hak individu yang terkekang dalam kehidupan masyarakat luas. Semua manusia diciptakan setara dan bebas, maka tidak boleh ada seseorang yang mencederai hak orang lain terkait hidup, kebebasan, keamanan dan lain sebagainya.
Kebebasan bukan hanya konsepsi ideal mengenai interaksi antarumat manusia, tetapi ia juga dapat menjadi alat untuk membantu kita memahami keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat serta memberi ruang bagi orang lain untuk menjadi manusia yang merdeka. Sebab Itulah, mengapa kebebasan dan penegakan hukum menjadi penting, karena tidak seorang pun mampu mengoordinasi hidup banyak orang yang memiliki tujuan dan cita-citanya masing-masing. Pertanyaanya, sebagai manusia, mampukah kita mewujudkan harapan-harapan itu semua?
Redaktur: Muhammad Reza Pahlevi Mufarid
Posting Komentar