Hidup yang Diubah Oleh Setandan Pisang Seribu
Rindangnya daun-daun pepohonan melambai-lambai. Tanah gembur yang membentang luas sejauh mata memandang, dipenuhi berkat karunia Tuhan. Di dalamnya terjamin hidup sebuah kerajaan dan seluruh kaumnya. Kerajaan Pie, kerajaan sekelompok kaum pecinta pisang. Dipimpin seorang raja bijaksana nan lembut dalam bertutur kata.
Tepat di pertengahan bulan kedua tahun 1945. Raja George mengadakan sayembara untuk seluruh rakyat monyet kerajaan Pie. Raja mengutus ajudannya untuk mengumumkan sayembara tersebut kepada rakyat.
“Barang siapa bisa mengumpulkan pisang raja seribu minimal 5 tandan dalam waktu satu pekan, maka ia akan mendapatkan hadiah yang setimpal. Dan sayembara ini bisa ditutup sewaktu-waktu jika sudah ada yang berhasil mengumpulkannya.” teriak sang ajudan pada kaum pemimpinnya.
“Apa? Pisang raja seribu?”
“Ke mana kita harus mencari?”
“Hanya dalam satu pekan?!”
Protes rakyat dengan saling berpandangan. Ternyata pisang raja seribu dikenal sebagai jenis pisang yang amat langka, unik, dan tandannya mampu menyentuh tanah.
Minkey, salah satu pemuda rakyat kerajaan Pie yang tertarik pada sayembara tersebut. Ia diam sejenak memikirkan tempat dan cara agar bisa mendapatkan pisang langka tersebut.
“Hmm. 5 tandan ya? cukup menantang.” ucapnya dalam hati.
Tiba-tiba datang pemuda menepuk bahu Minkey seraya berkata “Hai Minkey, bagaimana? Apakah kau tertarik dengan sayembara ini?” ucap Momon dengan mengangkat kedua alisnya.
“Apa yang kau pikirkan lagi? Kita hanya tinggal mencari dan memberikannya kepada raja.” ujarnya dengan nada angkuh.
“Tidak bisa begitu, Mon. Kita juga perlu siasat untuk bisa mendapatkan pisang tersebut.” jelas Minkey pada Momon.
“Apa pula siasat yang kau maksud itu? Hanya untuk mendapatkan pisang?!” ucap Momon ketus.
Karena tidak ingin berdebat, Minkey pun mengakhiri percakapan tersebut.
“Baiklah, Mon. Inilah caraku untuk mendapatkan pisang tersebut. Mari kita bersaing secara sehat!” ucap Minkey seraya menepuk pundak Momon dan meninggalkannya.
“Baiklah Minkey, mari kita buktikan!” ujar Momon dengan tegas.
Momon adalah pemuda pemalas dan dikenal suka berbuat gaduh di masyarakat. Berkebalikan dengan Minkey, ia pemuda yang pendiam dan rajin dalam menanggapi berbagai hal.
Hari pertama dimulainya sayembara, Minkey dengan tekad serius menyusun siasat dan memikirkan cara agar bisa mendapatkan pisang raja seribu. Ia menulis hal-hal yang harus ia lakukan agar sampai pada tujuan. Sedangkan Momon, bersantai-santai di teras sambil berbicara dalam hati, “Masih 6 hari lagi kan ya, aku akan mencarinya besok” katanya sambil menikmati angin mesra pepohonan rindang.
Sehari berlalu, Minkey melengkapi seluruh catatan strateginya. Sedangkan Momon masih dengan pikiran yang sama, “Besok saja aku akan mulai mencari”.
Esoknya, Minkey telah selesai menyusun dan menyempurnakan strategi yang ia buat. Karena terlalu lelah memikirkan strategi, ia memutuskan untuk mulai menjalankan misinya esok pagi. Sedangkan Momon masih saja bermalas-malasan.
Matahari mulai menampakkan dirinya, Minkey keluar rumah untuk mencari pisang raja seribu. Memasuki hutan rimba, menanjaki tebing-tebing, menyusuri semak-semak, belum juga ia temukan. Saat terik siang sudah membakar ubun-ubunnya, ia lelah dan memutuskan untuk pulang serta melanjutkan pencarian di hari selanjutnya.
Momon yang sedari tadi pagi berdiam diri sambil asyik bermain, berniat untuk mulai mencari di sore hari. Namun, sampai malam ia tak beranjak, tetap dengan posisinya yang nyaman. Menjelang tengah malam, ia mulai keluar dari rumahnya. Berkeliling ke sudut daerah satu ke daerah lainnya tapi belum juga ia temukan.
dua hari lagi sayembara berakhir. Setelah berusaha mencari setengah mati, Momon dan Minkey berhasil mendapatkan pisang tersebut. Di hari terakhir pengumpulan, mereka bergegas membawa hasil yang diperoleh ke Istana Pie untuk memberikannya kepada Raja George. Namun, dalam papan pemberitahuan di depan gerbang tertulis bahwa sayembara telah ditutup. Wajah Minkey dan Momon terkejut tidak percaya.
“Mengapa sudah ditutup? Bukankah hari ini hari terakhir pengumpulan sayembara?” ucap Momon ketus dengan wajah kecewa.
“Ada apa ini? Apakah sayembara dibatalkan?” tanya Minkey kebingungan.
Karena mendengar suara ribut di depan gerbang, penjaga kerajaan datang untuk melihat apa yang terjadi.
“Ada perlu apa kalian berdua disini?” tanya penjaga dengan wajah keheranan.
“Penjaga, mengapa dalam papan pengumuman ini sayembara telah ditutup?”
“Iya! Bukankah hari ini hari terakhir seperti yang sudah ditentukan dalam pengumuman?” protes Momon menggebu-gebu.
“Sayembara ini sudah ditutup tiga hari yang lalu karena ada pemuda gigih yang datang membawa apa yang sesuai dengan permintaan raja. Dan raja juga memerlukan pisang raja seribu ini secepatnya.”
“Siapa pemuda itu?” tanya Momon.
“Pemuda itu bernama Siyap” jawab penjaga dengan tersenyum.
Ternyata, Siyap mendaftarkan diri untuk mengikuti sayembara ini. Tanpa ragu, hari itu pun ia mulai mencari ke mana pun tempat yang bisa ia datangi. Dengan harap bisa menemukan pohon pisang raja seribu. Di suatu tempat ia menemukan satu tandan, keesokan harinya menemukan dua tandan hingga hari keempat pencariannya ia bisa mengumpulkan lima tandan Pisang. Segera ia memberikan kepada raja. Akhirnya, raja menyambutnya dengan senang dan memberikan hadiah yang telah dijanjikan, Karena raja memerlukan cepat Pisang tersebut untuk keperluan Ratu Mona.
***
Kilauan cahaya matahari menembus korden, suara merdu mamak mengiringi, melintasi indra pendengaran Oding saat sedang berada di alam lain.
“Oding bangun, Nak! Sudah jam berapa ini?! Pintu gerbang sekolah 10 menit lagi ditutup, kau takkan bisa masuk lagi!” Sontak Oding membelalakkan matanya dan langsung berlari menuju kamar mandi untuk cuci muka. Ia hampir mengulang kesalahan di kesempatan terakhir yang diberi oleh kepala sekolah karena sudah terlalu sering terlambat.
Sesampainya di kelas ia mulai mengulang memori ingatan tentang cerita dalam tidurnya semalam. “Apakah selama ini diriku seperti Minkey dan Momon sehingga tak ada kemajuan dan seluruh rencanaku berantakan dalam kehidupan?” Batinnya sambil membayangkan alur cerita yang berusaha dia ingat.
Joko, teman dekat Oding datang menghampiri dan bertanya “Apa yang kamu renungkan, Ding?”.
Sejenak ia menatap dalam mata Joko. Makin terheran Joko kepada Oding karena sikap anehnya pagi ini. Oding mulai tersadar bahwa teman dekatnya ini ternyata seperti tokoh Siyap dalam mimpinya. Ia pribadi yang tenang, tidak mengumumkan visi misi kehidupan pribadinya kepada orang-orang dan langsung beraksi untuk mencapai tujuan yang ia impikan.
“Joko, maukah kau menemaniku untuk mengubah kebiasaan burukku selama ini? Aku tidak ingin waktukku sia-sia lagi.”
“Boleh, Ding. Tapi, mengapa kau tiba-tiba meminta hal seperti ini?”
“Tidak apa-apa, Jok. Nanti akan kuceritakan.”
Hari-hari pun berlalu. Kehidupan Oding mulai tertata dan lebih menunjukkan sinarnya. Bahkan, ia mengikuti beberapa Olimpade dan sering mendapatkan medali emas. Kepala sekolah sangat bangga hingga memberikan Oding beasiswa untuk melanjutkan ke bangku perkuliahan. Mamak yang setiap malam bangun untuk menengadahkan tangannya serta diiringi lantunan harap untuk anak tercintanya. Sekarang, sangat bangga dengan pencapaian Oding yang memukau.
Di suatu hari spesial dalam hidupnya tepat pada usianya yang 18, Oding menghampiri ibunya sembari membawa benda cantik di tangannya kemudian duduk dibawah mengelus kedua kaki ibunya dan memasukkannya dalam baskom berisi air seraya berkata,
“Mak, terima kasih telah sabar dengan semua yang ada pada diri Oding, terima kasih telah membesarkan Oding dengan penuh kasih sayang, dan dengan ikhlas menguras air mata di tengah malam untuk menyampaikan harapan mamak pada Tuhan. Maafkan Oding karena banyak mengecewakan mamak. Semoga kita berdua diberi umur yang panjang agar Oding bisa membahagiakan mamak dan mamak bisa bangga punya Oding. Oding harap mamak selalu mengiringi langkah Oding dengan ketulusan doa yang selalu engkau panjatkan.”
Mamak menangis tersedu-sedu sambil mengelus lembut kepala Oding diiringi ucapan lembut. “Selama detak jantung mamak berdetak, doa mamak tak pernah terhenti untuk Oding juga bapak di akhirat sana.” Mamak dan Oding pun berpelukan dengan tetes air mata yang sedikit demi sedikit berjatuhan.
Oleh: Zadjuria Rizky Rahmania
Masyaallah 🥰
BalasHapus