Disintegrasi Bangsa Melalui Medsos



Istilah 'Otak kita sering kalah cepat dari jempol kita' memang tepat disandarkan pada kasus yang kini tengah menjerat Tirto.id. Karena ia secara gegabah memotong sebuah kalimat K. H. Ma’ruf Amin pada meme yang diunggah akun Twitter @tirtoid. Sehingga konteks klarifikasi yang sedang dilakukan Cawapres 01 ini menjadi hilang. Dilansir dari kompasiana.com, meskipun redaksi portal berita itu telah berusaha melakukan revisi pada malam yang sama disertai dengan ucapan permintaan maaf secara terbuka, namun tetap ada yang mengganjal seakan-akan hal tersebut terjadi tidak hanya semata-mata sebab kesalahan teknis tetapi juga ada faktor interes pribadi di dalam tim portal berita ini. 

 

Kasus di atas menyebabkan Tirto.id yang mengklaim medianya sebagai media profesional mendapat hujatan dari para netizen. Ini ialah salah satu bukti hoaks dari sekian banyak hoaks yang betapa mudahnya tiap individu maupun kelompok membuat hoaks di media sosial. Hoaks ialah istilah yang akhir-akhir ini bereskalasi ke permukaan dalam bentuk berita yang tampak meyakinkan terutama yang berkaitan dengan isu politik, sosial, dan keberagamaan. Saya rasa media sosial yang mulanya sebuah media untuk bersosialisasi lewat dunia maya, dewasa ini telah banyak dijadikan alat penyebaran hoaks untuk memprovokasi, memfitnah, mencemarkan nama baik bahkan memecah belah bangsa. Karena nampaknya, media mengetahui betapa publik menginginkan informasi terbaru untuk kepentingannya sehingga diseminasi informasi dalam hitungan detik untuk informasi yang bahkan saling bertautan bukan hal yang baru lagi.


Ibarat sengatan listrik, dalam sekejap menyebarlah sebuah pesan palsu, bernada kebencian, mendiskreditkan, bahkan berbau SARA kepada publik pengguna sehingga menimbulkan kegemparan dan kegelisahan. Jika keadaan sudah demikian maka dapat dipastikan akan menurunnya stabilitas keamanan dan ketertiban. Ketika permasalahan dunia maya diaplikasikan dalam dunia nyata kemungkinan adanya bentrokan-bentrokan sosial antar kelompok semakin terbuka lebar. Ketika suasana ini tercipta dapat pula dimanfaatkan oleh segelintir pihak berkepentingan untuk memprovokasi keadaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa sekalipun hanya dalam dunia maya namun medsos juga mampu memberikan pukulan yang keras bagi stabilitas sosial kemasyarakatan yang juga akan berdampak pada segi-segi kehidupan sosial itu sendiri.

 

Di balik kepopuleran kata hoaks, ia menyimpan ancaman tersendiri yang dapat merugikan individu atau kelompok bahkan sampai dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Tingginya jumlah hoaks yang menyebabkan disintegrasi bangsa dapat menghancurkan kesatuan dan persatuan bangsa yang dibangun sejak lama. Ancaman disintegrasi bangsa nampaknya bukan sesuatu yang bersifat isapan jempol belaka. Realitas itu tengah menggelantung di depan pelupuk mata. Bisa jadi ancaman disintegrasi bangsa seperti yang menjadi isu politik akhir-akhir ini benar-benar akan menjadi kenyataan. Cikal bakalnya sudah nampak dengan seringnya muncul di media massa beberapa golongan bahkan individu-individu yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kepentingan kelompoknya daripada kepentingan umum ataupun kepentingan masyarakat luas.

 


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi definisi disintegrasi sebagai keadaan tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah, hilangnya keutuhan atau persatuan serta adanya perpecahaan. Karena objeknya adalah bangsa, kaitannya adalah elemen masyarakat yang ada dalam sebuah kumpulan bangsa yang mana dalam dunia modern ini terasosiasi dalam sebuah kesatuan yang disebut negara. Contohnya, suku-suku bangsa di kepulauan Nusantara. Awalnya merupakan bangsa berciri heterogen melihat dari latar belakang tiap elemen bangsa ini; suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kemudian bersatu karena mempunyai kesamaan sejarah dan kepentingan sehingga terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Menurut Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, guru besar antropologi UGM, “Dalam konteks Indonesia, integrasi nasional dapat kita definisikan sebagai situasi di mana segenap anak bangsa dan kolektivitas yang mereka bentuk tetap sepakat berada dalam sebuah negara kesatuan, NKRI, sedang disintegrasi nasional adalah situasi di mana sebagian anak bangsa dan kolektivitas yang mereka bentuk tidak lagi sepakat untuk tetap berada dalam satu negara kesatuan NKRI, dan mereka yang tidak sepakat tersebut ingin mendirikan sebuah negara baru, yang terpisah dari NKRI”.

 

Meskipun pemerintah telah berusaha mengurangi hal ini secara eksternal dengan menerbitkan UU ITE dan membentuk lembaga penanganan cyber crime. Namun, saya rasa kurang apabila tanpa didukung dari faktor internal dengan adanya rasa cinta pada tanah air sehingga menumbuhkan sikap toleransi dan tenggang rasa antar masyarakat. Perasaan cinta tersebut dapat membangkitkan dirinya untuk rela mengorbankan jiwa dan raganya dalam mengemban tugas negara dan untuk mempertahankan tanah airnya

 

Perasaan cinta tanah air dapat diwujudkan setidaknya dengan lima hal. Pertama, menjaga nama baik bangsa. Kedua, berjiwa dan berkepribadian. Ketiga, bangga bertanah air dengan beragam suku budayanya. Keempat, tidak melakukan perbuatan dan tindakan yang merugikan bangsa serta, kelima, setia dan taat pada aturan dan norma yang berlaku. Persamaan nasib dan kondisi serta letak geografis yang sama membuat masyarakat Indonesia memiliki ikatan persatuan yang kuat. Dari kondisi ini, dapat saya simpulkan bahwa konsep cinta tanah air Indonesia dibangun berdasarkan sejarah panjang, kesamaan nasib, letak geografis, kondisi psikologis, dan tujuan serta cita-cita yang sama sehingga masyarakat memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.


Pun, rasa cinta tanah air dapat tumbuh melalui pemahaman tentang trilogi ukhuwah, yakni, ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah. Istilah ukhuwah Islamiyyah, menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, kata Islamiyah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah lebih tepat dipahami sebagai adjektiva. Sehingga ukhuwah Islamiyah berarti persaudaraan yang bersifat Islami atau persaudaraan yang diajarkan oleh Islam, bukan persaudaraan sesama umat Islam. Kedua, Istilah ukhuwah basyariyah yaitu persaudaraan sesama umat manusia. Setiap individu memiliki motivasi dalam menciptakan iklim persaudaraan hakiki yang berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal. Seluruh manusia di dunia adalah bersaudara. Ketiga, Ukhuwah wathaniyah, Islam sebagai agama yang universal juga memiliki konsep ukhuwah kebangsaan yang disebut ukhuwah wathaniyyah, yakni saudara dalam arti sebangsa walaupun tidak seagama.

 

Dari sini kemudian dipahami bahwa tata hubungan dalam trilogi ukhuwah ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan martabat kemanusiaan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, adil, damai, dan pada intinya konsep tersebut dalam al-Qur’an bertujuan untuk memantapkan solidaritas kemanusiaan tanpa melihat agama, bangsa, dan suku-suku yang ada. Prof. Dr. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa guna memantapkan ukhuwah kebangsaan walau tidak seagama, pertama kali al-Qur’an menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan ini. Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak Allah, juga demi kelestarian hidup, sekaligus demi mencapai tujuan.


Ala kulli hal. Bahaya disintegrasi bangsa pada era modern ini bukan hanya dilakukan secara konvensional namun juga melalui pemanfaatan medsos berbasis internet. Kejahatan melalui medsos atau yang dikenal Cyber Crime selain dapat membawa dampak buruk bagi persatuan dan kesatuan bangsa, juga dapat membawa dampak sosial yang kurang baik bagi segenap elemen bangsa. Untuk optimalisasi meminimalisir akan terjadinya hal ini, maka seyogyanya  ada sinergi antara pemerintah dan tiap individu dalam melakukan upaya pencegahan yang dilakukan secara eksternal dan internal.


Oleh: Nabilah Rohadatul Aisyah








Posting Komentar

To Top