Mengenal Syekh Ahmad al-Thayyib; Syekh al-Azhar
Nama Lengkap : Dr. Ahmad Muhammad Ahmad al-Thayyib
Tempat Lahir : Lahir di Qina, Luxor, Mesir Bagian Selatan
Nama ayah beliau Syekh Muhammad Thayyib sedangkan kakeknya bernama Syekh Ahmad Thayyib, pada masa kecilnya, waktunya dihabiskan untuk belajar dan hafalan kemudian dilanjut belajar di madrasah menengah al-Azhar. Di sana beliau menghafalkan al-Qur’an dan memahami dasar-dasar ilmu agama, sampai akhirnya beliau melanjutkan jenjang kuliah di Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah dan Filsafat. Tahun 1977-1978 beliau mengadakan penelitian ke Prancis selama 6 bulan lamanya. Pada tahun 1988 beliau berhasil menyelesaikan tuntas jenjang kuliah sampai doktor, gelar ini setara professor atau mungkin bahasa arab dari professor adalah doktor.
Beliau juga dahulu adalah mufti Mesir selama satu tahun lamanya (2002-2003), kemudian setelah selesai menjabat sebagai mufti beliau diangkat sebagai rektor Univeritas al-Azhar yang bertepatan pada 28 September 2003 hingga 19 Maret 2010. Adapun disaat beliau menjadi rektor yang menjadi Syekhul Azhar adalah Muhammad Sayyid Tantowi; singkat cerita pada umur 80 tahun beliau dipanggil oleh Allah SWT, dan dikebumikan di Madinah. Dengan begitu, Presiden Husni Mubarok menunjuk atau memilih Syekh Ahmad Tayyib sebagai penggantinya, peristiwa tersebut disahkan pada 19 Maret 2010.
Awal sejarah dinobatkannya Masyayikh al-Azhar adalah pada masa Dinasti Turki Usmani tepatnya pada tahun 1101 H / 1690 M, sekitar 338 tahun yang lalu, ketetapan ini menurut undang-undang Nomor 103 tahun 1961, penobatan gelar Syekh al-Azhar bertujuan agar mengawasi Masjid al-Azhar serta bertanggung jawab atas urusan agama resmi selain mufti besar Mesir saat ini, dan masih banyak lagi tugas yang diemban oleh Syekh al-Azhar. Jadi, permulaan abad ke-14 al-Azhar memiliki pimpinan yang bertanggung jawab atas Masjid al-Azhar, hanya saja dahulu sebutannya adalah “Musyrif al-Azhar” setelah itu menjadi“ Nazir al-Azhar”.
Setelah tahu kepribadian beliau dan sedikit karier beliau, saya ingin menyelipkan akhlak beliau. Syekh Ahmad Thayyib adalah seorang ulama yang sangat zuhud dan mengaplikasikan norma-norma agama melalui ilmu syariat dan tasawuf. Beliau menjadi salah satu pimpinan tarekat tasawuf (sufi) di tanah kelahirannya di daerah Luxor setelah ayahanda beliau wafat. Sisi kehidupannya yang nyufi ini terbukti dengan beliau menyewa sebuah rumah di kawasan Nashr City dalam jangka waktu yang sangat panjang. Beliau hanya tinggal seorang diri lantaran keluarga beliau berada di Luxor.
Setelah beliau ditetapkan menjadi Grand Syekh al-Azhar, pemilik rumah yang disewa oleh Syekh Ahmad Thayyib, menggratiskan rumah itu untuk Beliau sembari berkata kepada beliau: “Ya Syekh, engkau sekarang menjadi Imam Besar al-Azhar, jangankan hanya rumah sederhana ini, Anda pun berhak menunjuk sebuah villa di daerah Tajammu’ dan Saya yakin tak seorang pun yang akan menolak permintaan Anda itu.”
Syekh Ahmad Thayyib hanya menganggap pernyataan pemilik rumah itu sebagai candaan, meskipun si pemilik rumah itu mengutarakannya dengan penuh sungguh-sungguh. Dan Syekh Ahmad Thayyib pun tetap membayar sewa rumah itu.
Seorang pakar hukum dan pengacara senior, Prof. Dr. Jabir Jad Nasshar dalam tulisannya di sebuah media lokal Mesir, membuktikan bahwa Syekh Ahmad Thayyib benar-benar orang yang jauh dari kegelimangan harta. Ia pernah dihubungi oleh salah satu konsultan Grand Syekh al-Azhar, bahwa Syekh Ahmad Thayyib enggan menerima gaji sebagai Grand Syekh al-Azhar, yang saat itu gaji sebagai Grand Syekh al-Azhar mencapai kelipatan puluhan ribu pound Mesir.
Setelah hal ini dilaporkan dan dibahas dengan pemerintah, maka pemerintah pun mengamini bahwa Grand Syekh al-Azhar berhak menentukan sendiri berapa gaji yang diterima. Setelah mengetahui isi perbincangan dengan pemerintah itu, sontak Syekh Ahmad Thayyib berkata, “Apakah kalian ingin memotong tanganku?” (Beliau menganggap menentukan gaji sendiri sama halnya mencuri uang al-Azhar dan umat Islam). Saya tidak akan menuntut gaji dari al-Azhar, dan saya tidak akan menentukan gaji saya dari kas al-Azhar dan Kementerian Agama. Memang mustahil saya bekerja tanpa bayaran, tapi saya tidak akan menuntut satu keping mata uang pun dari kas al-Azhar.
Pernah pada suatu hari Grand Syekh al-Azhar Ahmad Thayyib menerima penghargaan dan hadiah sebesar 1 juta dirham Emirat (2,5 miliar rupiah) dari Uni Emirat Arab. Hadiah tersebut sebagai penghargaan kepada beliau yang selama ini memimpin al-Azhar yang moderat, santun, dan rahmatan lil 'alamin dalam mengemban misi Islam. Hadiah uang yang bisa untuk membangun rumah gedongan itu, langsung dihibahkan oleh Syekh Ahmad Thayyib ke bendahara al-Azhar dan langsung masuk ke kas al-Azhar.
Posting Komentar